Example floating
Example floating
Blog

Ketum DPP TMPLHK Indonesia Soroti Berbagai Modus Korupsi di Sektor Desa

317
×

Ketum DPP TMPLHK Indonesia Soroti Berbagai Modus Korupsi di Sektor Desa

Sebarkan artikel ini

REALITA.CO.ID || Jambi – DESA menjadi sektor dengan kasus korupsi terbanyak sepanjang 2022, menurut data Indonesia Corruption Watch, organisasi independen yang fokus mengawal dan melawan isu korupsi.

Sepanjang tahun 2022 lalu saja terjadi 155 kasus korupsi di desa. Kerugian negaranya mencapai lebih dari Rp 381 miliar. Praktik suap-menyuap dan pungli saja mencapai Rp 2,7 miliar. Desa mengalahkan sektor pendidikan, utilitas, pemerintahan, dan sumber daya alam, demikian berdasarkan kategorisasi sektor ICW.

Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat TMPLHK Indonesia Hamdi Zakaria, A.Md yang notabene juga sebagai Kaperwil media Patroli86.com Wilayah Provinsi Jambi mengatakan, ICW mencatat sejak pemerintah menggelontorkan dana desa pada 2015, tren kasus korupsi di pemerintahan desa meningkat. Pada 2016, jumlah kasus korupsi di desa sebanyak 17 kasus dengan 22 tersangka. Enam tahun kemudian, jumlah kasusnya melonjak drastis 155 kasus dengan 252 tersangka, kata Hamdi Zakaria saat rapat turin diminggu terakhir bulan puasa ini 6/4/2024.

Hamdi Zakaria katakan, Terdapat lima titik celah yang biasa dimanfaatkan aparat desa untuk mengorupsi dana desa, yaitu (1) proses perencanaan, (2) proses perencanaan pelaksanaan (nepotisme dan tidak transparan), (3) proses pengadaan barang dan jasa dalam konteks penyaluran dan pengelolaan dana desa (mark up, fiktif, dan tidak transparan), (4) proses pertanggungjawaban (fiktif), dan proses monitoring dan evaluasi (formalitas, administratif, dan telat deteksi korupsi) ungkap Hamdi.

Modus korupsi perangkat desa kata Hamdi Zakaria, mengutip dalam INTEGRITAS, jurnal antikorupsi KPK, menuturkan, korupsi yang terjadi di pemerintahan desa tak hanya karena alokasi dana desa yang besar tiap tahun, tapi juga “tak diiringinya prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola keuangan desa,” tutur Ketua TMPLHK ini.

Faktor lain, kata dia, desa-desa tersebut juga luput dari perhatian media massa berskala nasional, afiliasi kepala desa dengan calon kepala daerah tertentu, serta minimnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat.

Berikut beberapa modus korupsi yang dilakukan oleh perangkat desa, antara lain, Penggelembungan dana (markup).

Modus satu ini biasanya terjadi pada pengadaan barang dan jasa. Hamdi menyebutkan, sejak 2015-2017 terdapat 14 kasus korupsi dana desa melalui modus ini. Salah satu kasus yang telah berkekuatan hukum tetap dialami oleh Kepala Desa Negeri Administratif pada 2019.

Kades ini terbukti menggelembungkan alokasi dana kegiatan sejak 2015- 2017 senilai lebih dari Rp 433 juta. Dari beberapa kegiatan markup tersebut, salah satunya, yaitu ia menaikkan harga pembelian 15 motor desa dari Rp 23,5 juta menjadi Rp29 juta dalam Laporan Pertanggungjawaban Dana Desa 2016.

Kemudian kata Hamdi, Anggaran untuk urusan pribadi, Selama periode 2015-2017 terdapat 51 kasus penyalahgunaan anggaran. Contoh kasus pada 2018 di Desa Taraweang, Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Sang kepala desa mencairkan dana pengadaan lampu jalan (Rp140 juta), bantuan masjid (Rp20 juta), dan pengadaan papan monografi desa (Rp 1,45 juta). Namun, uang itu justru untuk membayar utang pribadi sang kades sebesar lebih Rp161 juta.

Juga contoh lain dilakukan oleh Yusran Fauzi, Kepala Desa Hambuku Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Sejak Januari- Desember 2018, ia merugikan negara lebih dari Rp609 juta yang dipakai untuk kepentingan pribadi. Dalam audit BPKP Kalsel juga disebutkan, laporan pertanggungjawaban kegiatan tidak sesuai dengan realisasinya. Ia pun diganjar 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta.

Kemudian Proyek fiktif,
banyak sektor masih sering ditemui. Oknum aparat pemerintah atau perangkat desa membuat kegiatan, tapi sebenarnya tidak pernah ada. Sepanjang 2015-2017, ICW mendata sedikitnya ada 15 kasus proyek fiktif oleh pemerintah desa. Salah satu kasus yang telah berkekuatan hukum tetap yaitu Kepala Desa Kaluku, Kecamatan Batang, Kabupaten Jeneponto, Syamsu Japarang, juga Kasus Pj Kades Seponjen, kecamatan Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, yang mana Kades Devenitif sekarang menjabat sebagai Bendahara desa Kala itu.

Pj Kades terbukti, salah satunya, membuat kegiatan fiktif untuk pembuatan Jembatan dan lainya dengan kerugian negara cukup pantastis, sehingga mendekam di bui, ungkap Hamdi Zakaria.

Tidak sesuai volume kegiatan, Salah satu contoh kasus ini dilakukan oleh Andiani, Kepala Desa Piyeung Lhang, Aceh terkait dengan proyek pembangunan rumah sewa di desa tersebut. Proyek senilai Rp368 juta hanya selesai 66,39 persen, padahal dana desa telah ditarik penuh.

Andiani juga mengorupsi dana proyek jalan desa, dari total anggaran Rp105juta ditemukan adanya kekurangan volume sebesar Rp19,9 juta. Pada 12 April 2022, Pengadilan Tipikor Banda Aceh memvonis sang kades selama tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta.

Laporan palsu, Kepala desa wajib menyerahkan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada bupati tiap akhir tahun dan masa jabatan. Selain itu, kades juga harus membuat laporan tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa serta menyebarkan informasi pemerintahan desa secara tertulis kepada masyarakat setiap akhir tahun anggaran.

Namun, laporan tersebut sering dimanipulasi, di antaranya melalui praktik pengurangan jumlah barang dari yang tercantum, mengubah kualitas barang menjadi lebih rendah, atau membuat pembelanjaan fiktif, kata Hamdi

Jadi, laporan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi pelaksanaan kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).

Penggelapan, salah satu kasus korupsi dana desa dengan modus penggelapan dilakukan oleh Kepala Desa Olak Besar, Kecamatan Batin XXIV, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, Ia menggelapkan dana BUMDES Desa.

Dengan berbagai kejadian korupsi ini, pemerintah akhirnya membuat program Desa Antikorupsi cegah korupsi.

Dalam Buku Panduan Desa Antikorupsi (2018) disebutkan beberapa faktor maraknya korupsi pada sektor desa:

Minimnya pemahaman masyarakat tentang pembangunan desa, termasuk mengenai anggaran desa serta hak dan kewajiban mereka.
Belum optimalnya fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengawasi penggunaan anggaran.
Keterbatasan akses informasi yang dimiliki oleh masyarakat desa terkait pengelolaan dana desa, layanan publik, dan sebagainya.
Keterbatasan atau ketidaksiapan kepala desa dan pengelola lainnya ketika harus mengelola dana dalam jumlah besar.

Untuk mencegah korupsi di sektor desa terjadi kembali, KPK pun membuat program Desa Antikorupsi dengan tujuan:

Menyebarluaskan pentingnya membangun integritas dan nilai-nilai antikorupsi kepada pemerintah dan masyarakat desa
Memperbaiki tata kelola pemerintahan desa yang berintegritas sesuai indikator dalam Buku Panduan Desa Antikorupsi
Memberikan pemahaman dan peningkatan peran serta masyarakat desa dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi

Program Desa Antikorupsi diharapkan mampu menjadi pendorong bagi seluruh anggota pemerintahan desa serta masyarakat di desa untuk menempatkan integritas sebagai nilai utama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, seluruh elemen yang ada dalam desa dapat terhindar dari perilaku koruptif maupun tindak pidana korupsi, mari kita do’akan saja, tutup Ketum DPP TMPLHK Indonesia Hamdi Zakaria, A.Md mengakhiri rapat rutin anggotanya.

Tamsahyuni / maulani

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *